Pages

 
Tampilkan postingan dengan label Sampang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sampang. Tampilkan semua postingan

Jumat, 02 November 2012

CAROG Budaya Madura kah ???

1 komentar

Carok, sebuah kata yang berasal dari Bahasa Madura yang selalu indentik dengan kekerasan, pembunuhan sadis, arogansi dan segala sesuatu yang bersifat negatif. Itu merupakan sebuah pemikiran lama yang sekarang harus kita tinggalkan. Karena pada dasarnya Carok Bukan hanya asal berkelahi tanpa sebab musababnya. Nah untuk lebih jelasnya mari kita ulas semua yang berhubungan dengan Carok itu sendiri.
Dari artikel teman yaitu http://www.tretans.com/ saya sangat ingin berbagi dalam mengulas masalah tersebut, karena pada intinya Madura Bukan Carok, untuk menguatkan Fakta itu mari kita pahami artikel di bawah ini.

Carok / Clurit Bentuk Perlawanan Rakyat Jelata

Carok berasal dari bahasa Kawi Kuno yang berarti Perkelahian. Secara harfiah bahasa Madura, Carok bisa diartikan Ecacca erok-orok (dibantai/mutilasi…?). Menurut D.Zawawi Imron seorang budayawan berjuluk Clurit Emas dari Sumenep, Carok merupakan satu pembauran  dari budaya yang tidak sepenuhnya asli dari Madura. Carok merupakan putusan akhir atau penyelesaian akhir sebuah permasalahan yang tidak bisa diselesaikan secara baik-baik atau musyawarah dimana didalamnya terkandung makna mempertahankan harga diri.

Carok juga selalu identik dengan pembunuhan 7 turunan atas nama kehormatan. Tembeng Pote Matah, Angoan Pote Tolang (dari pada putih mata lebih baik putih tulang=dari pada menanggung malu, lebih baik mati atau membunuh). Dendam yang mengatasnamakan Carok ini bisa terus berlanjut hingga anak cucunya. Ibarat hutang darah harus dibayar darah.

Carok juga dilakukan demi mempertahankan harga diri. Misalnya istri diambil orang, maka carok merupakan putusan atau penyelesaian akhir yang akan dilakukan. Mereka akan saling membunuh satu dengan yang lain. Dan uniknya, bagi keluarga yang mengambil istri orang, maka jika dia terbunuh, tak satupun keluarga korban akan menuntut balas pembunuhan tersebut karena mereka memandang malu jika keluarganya sampai mengambil istri orang. Namun sebaliknya, apabila yang terbunuh adalah pihak yang punya istri, maka yang terjadi akan muncul dendam 7 turunan.

Pelaku Carok merupakan pelaku pembunuhan yang jantan atau sportif. Jika mereka telah membunuh, maka ia akan datang ke kantor polisi dan melaporkan dirinya bahwa ia telah membunuh orang. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab pembunuh kepada masyarakat sekaligus sebagai bentuk memohon perlindungan hukum. Meski beberapa kasus juga kerap terjadi, mereka menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh lawannya, atau bias pula pelaku yang membunuh namun yang masuk penjara adalah orang lain, istilahnya membeli hukuman. Tentunya hal yang terakhir ini harus ada kompensasinya, yakni si pelaku harus memeberikan semua biaya hidup pada keluarga orang yang telah bersedia masuk penjara atas namanya.


Carok juga selalu identik dengan senjata Clurit. Sebuah senjata yang pada awalnya merupakan senjata untuk menyabit rumput. Madura tidak mengenal senjata tersebut. Sejak masa Raden Segoro hingga Banyak Wide (1269), pangeran Joko Tole (1415) hingga ke masa Cakra Ningrat atau kyai Pragolbo (1531) senjata Clurit masih belum ada. Mereka hanya mengenal senjata tombak, pedang, keris dan panah sebagaimana umumnya prajurit-prajurit kerajaan. Hingga permulaan berdirinya Majapahit yang didukung oleh kerajaan Sumenep, maupun sebelumnya pada masa Tumapel hingga Singasari yang jatuh oleh kerajaan Gelang-Gelang Kediri yang dibantu pasukan Madura, senjata Clurit masih belum ada. Bahkan pada masa penyerbuan ke Batavia oleh Fatahillah yang dibantu pasukan Madura, juga mereka masih bersenjatakan Keris atau yang lainnya (bukan Clurit). Bahkan pada peristiwa Branjang Kawat dan Jurang Penatas, sama sekali tak ada senjata clurit disebut-sebut.

Menurut R.Abdul Hamid, salah seorang keturunan dari Cakraningrat menerangkan, bahwasannya budaya carok merupakan pengejawantahan yang dilakukan oleh masyarakat madura yang dulunya masih banyak yang memiliki pendidikan rendah. namun seiring perkembangan jaman, dimana banyak guru2 impres yang datang ke madura, Carok pun mulai berkurang.

Hanya Calok yang disebutkan dalam babat Songenep. Calok sendiri merupakan senjata Kek Lesap (1749) yang memberontak dan hampir menguasai semua dataran Madura. Senjata Calok juka pernah dipakai balatentara Ayothaya Siam dalam perang melawan kerajaan lain. Pada masa itu yang popular berbentuk Calok Selaben dan Lancor. Konon senjata Calok dibawa prajurit Madura ke Siam sebagai bagian dari bala bantuan kerajaan Madura dalam pengamanan di tanah Siam.

Menurut Budayawan Celurit Emas D.Zawawi Imron, senjata Clurit memiliki filosophy yang cukup dalam. Dari bentuknya yang mirip tanda Tanya, bisa dimaknai sebagai satu bentuk kepribadian masyarakat Madura yang selalu ingin tahu.

Lantas bagaimana kisah sebenarnya?. Sejak kapan istilah Carok dan Clurit ini dikenal? Hingga sekarang ini masih belum ada sebuah penelitian yang menjurus pada kalimat yang berbau sangar ini. Yang pasti, kalimat ini pertama kali dikenalkan pada masa pak Sakerah seorang mandor tebu di bangil-pasuruan yang menentang ketidak adilan colonial Belanda. Dengan senjata Clurit yang merupakan symbol perlawanan rakyat jelata pada abat 18. Kompeni yang merasa jengkel dengan perlawanan Pak sakerah kemudian menyewa centeng-centeng kaum Blater Madura untuk menghadapi Pak. Sakerah. Namuni, tak satupun dari kaum blater tersebut menang dari pak Sakerah. Yang jadi pertanyaan, benarkah pak sakerah sangat pandai bermain jurus-jurus clurit?..tak ada satu sumberpun yang bias menjawab pasti.

Sejak saat itu, perlawanan rakyat jelata dengan Clurit mulai dikenal dan popular. Namun demikian, senjata Clurit masih belum memiliki disain yang memadai sebagai alat pembunuh. Rakyat Pasuruan dan Bangil ketika itu hanya memiliki senjata yang setiap harinya dugunakan untuk menyabit rumput itu. Sehingga kepopuleran Clurit sebagai senjata perang rakyat jelata makin tersebar. Karena itulah Propaganda Belanda untuk menyudutkan pak Sakerah cukup berhasil dengan menggunakan dua istilah yakni Carok dan Clurit.

Tragedi  Bere’ Temor Populerkan Carok dan Clurit

Carok dan Clurit ibarat mata uang logam dengan dua gambar. Istilah ini terus bermetamorfosa hingga pada tahun 70 an terjadi peristiwa yang membuat bulu kudu berdiri. Sayangnya peristiwa yang memakan korban banyak ini tidak terespos media karena pada masa itu jaringan media tidak seheboh sekarang. Sehingga tragedy yang disebut oleh masyarakat Madura sebagai tragedy Bere’ Temor (barat-timur.Red) sama sekali tak pernah mencuat dikalangan umum, namun hanya dirasakan dikalangan orang Madura sendiri.

Peristiwa tersebut merupakan gap antara blok Madura barat yang diwakili Bangkalan dengan Madura Timur yang diwakili Sampang. Konon peristiwa tersebut cukup membuat masyarakat setempat dicekam ketakutan. Karena hampir setiap hari selalu terdapat pembunuhan. Baik dipasar, jalan, sawah atau dikampung-kampung. Saat itulah istilah Carok dan senjata Clurit makin popular.

Pada masa Bere’ temor tersebut beberapa desa seperti Rabesen barat dan Rabesen Timur, Gelis, Baypajung, Sampang, Jeddih dan beberapa desa lain cukup mewarnai tragedy tersebut. Lama tragedy tersebut terjadi hingga keluar dari Madura, yakni Surabaya dan beberapa daerah lainnya.

Menurut H.Abdul Majid, seorang tokoh Madura asal Beypanjung-Tanah Merah yang dipercaya kepolisian kabupaten Bangkalan untuk menjadi pengaman dan penengah Carok se Madura, menerengkan bahwa Carok jaman dulu adalah perkelahian duel hidup mati antara kedua belah pihak yang bertikai. Carok pada masa itu selalu identik dengan duel maut yang berujung dendam pada keluarga berikutnya.

Hafil M, seorang tokoh Madura juga menerangkan bahwa pada masa itu setiap orang yang hendak bercarok akan melakukan satu ritual khusus dengan doa selamatan ala islam kemudian melekan dan mengasah Clurit mereka serta mengasapinya dengan dupa. Keesokan harinya, mereka semua akan menghiasi mukanya dengan angus hitam.

Ungkapan senada juga disampaikan oleh Mas Marsidi Djoyotruno, seorang pelaku peristiwa menghebohkan tersebut. Menurutnya, pada tragedy gap antara Madura barat dan Madura timur tersebut selalu membawa kengerian, setiap orang yang bertemu meski tidak kenal akan langsung saling bunuh asal mereka dari dua kubu tersebut.tak peduli mereka bertikai atau tidak. Ini semua dilakukan demi harga diri desanya atau yang lainnya. Masih menurut Mas Marsidi, tragadi tersebut cukup banyak menelan korban jiwa. Bahkan menurut seorang pelaku lainnya Abah Ali juga mengungkapkan, tragedy tersebut 1/2nya mirip kasus Sampit. Korban yang terbunuh menumpuk bagai ikan tangkapan di jaring.

Perkembangan disain clurit sendiri baru mulai betul-betul khusus untuk membunuh, diperkirakan pada masa revolosi 1945. Dimana  resimen 35 Joko Tole yang memberontak pada Belanda di pulau tersebut. Belanda yang dibantu pasukan Cakra (pasukan pribumi madura) kerap berhadapan dengan pasukan siluman tersebut. Meski tidak semua pasukan resimen 35 Joko Tole ini memiliki senjata Clurit, namun kerap terjadi pertarungan antara pasukan Cakra dengan resimen 35 Joko Tole ini kedua belah pihak sudah ada yang menggunakan senjata Clurit, meski hanya sebatas senjata ala kadarnya.

Disain clurit yang sekarang ini kita lihat merupakan disain dari peristiwa Bere’ Temor (barat-timur) yang menghebohkan ditahun 1968 hingga 80-an. Pada masa ini disain clurit mulai dikenal dengan berbagai bentuk. Mulai dari Bulu Ajem, Takabuan, Selaben hingga yang lainnya. Dan pada peristiwa tersebut Clurit mulai jadi kemoditi bagi masyarakat Madura.


Pergeseran Budaya Carok

Dewasa ini Carok yang dilakukan oleh saudara-saudara  Madura telah bergeser. Jika dahulu merupakan duel hidup mati dan bisa menyambung terus pada keturunannya hingga ke 7, maka sekarang ini Carok dilakukan secara pengecut. Beberapa kasus yang terjadi justru timbul dengan alasan yang tidak masuk akal. Hanya karena carger poncelnya dihilangkan, seorang saudara sepupu tega membunuh kakaknya dengan keroyokan(bolodewo-surabaya 12/1/2008). Gara-gara adiknya digoda tetangga, seorang kakak membunuh tetangganya dari belakang (Arimbi-surabaya1999). Gara-gara istrinya yang sudah dicerai 4 tahun silam kawin dengan temannya, mantan suaminya mengeroyok suami istrinya tersebut bahkan membunuh sang mantan istrinya (nyamplungan-surabaya 1993).

Carok yang terjadi sekarang berbeda dengan Carok pada masa kejayaannya. Carok yang dilakukan sekarang sistimnya keroyokan yang tidak berimbang. Kadang 1 lawan 3 atau 1 lawan 5. Celakanya lagi carok sekarang kebanyakan menggunakan pembunuh bayaran yang rela masuk penjara atas nama uang yang cuman Rp 100.000,-.. Contoh lagi yang sangat menggemparkan terjadi di tahun 2005 di desa Galis. Ramai tersiar kabar pembunuhan massal karena kalah jadi calon lurah.

Yang membuat esensi Carok menjadi terlihat pengecut justru terjadi apabila yang membunuh masuk penjara, maka yang akan menjadi incaran pembunuhan pihak korban adalah anaknya yang masih usia belasan atau saudara lainnya yang masih ada hubungan darah meski jauh. Dan ini kerap terjadi. Sekarang seorang tewas, maka dalam tempo 5 jam saudara atau keluarga pihak yang membunuh akan tewas dibantai di tempat lain. Karena itu tak jarang apabila seseorang telah melakukan pembunuhan pada orang lain, yang was-was justru keluarga lainnya, karena takut dibantai pula.

Tamperamental watak suku Madura yang keras dengan kondisi pulau yang panas, hampir penuh dengan perbukitan batu gamping dengan kontur tanah yang nyaris tandus dan sedikit sumber mata air, jelas mempengaruhi kondisi fisik maupun watak keras suku ini. Meski tidak semuanya demikian, namun hampei rata-rata berwatak keras dan bersuara lantang kadang suka ngomong yang ngawur.

Omongan inilah yang kerap jadi pemicu terjadinya Carok. Contoh kasus yang terjadi di Jakarta pada tahun 2006. Seorang Madura yang ditagih uang kontrakannya justru menjawab dengan “nanti saya bayar dengan clurit” membuat tuan rumah geram dan membantainya dengan 16 tusukan dan tewas seketika. Ini semua merupakan awal dari carok.

Meski iklim pesantren cukup membuat suasana watak suku Madura dingin, namun hal itu tak bertahan lama. Karena rata-rata para tokoh agamawan di Madura cenderung diam bila bicara soal harga diri. Hampir 90% masyarakat Madura memilih anaknya untuk di pondokkan ke pesantren ketimbang disekolahkan. Hal ini menurut beberapa sumber juga jadi penyebab tingkat pendidikan yang kurang menimbulkan pikiran pendek masyarakatnya. Tak jarang beberapa tokoh agamawan memberikan semacan azimat atau ijazah kepada mereka untuk keselamatan, celakanya yang terjadi justru adalah keselamatan bagi pembunuhnya bukan bagi target yang akan dibunuh.

Namun demikian, sekarang ini seiring dengan intelektual masyarakat madura yang mulai banyak mengerti karena berpendidikan tingga, menjadikan Carok mulai pudar sedikit demi sedikit. Carok yang awalnya bukan budaya Madura, kemudian bermetamorfosa dengan kondisi dan menjadi lekat dengan tradisi Madura, kini sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan oleh generasi mudanya.


Oto’-Oto’ Sarana Mencari Saudara yang Mimbingungkan

Tingkat pendidikan masyarakat Madura memang dipandang sebagai pemicu utama munculnya Carok yang tidak berkesudahan. Hal ini terbukti di daerah Sumenep. Nyaris masyarakat Madura di daerah ini yang merupakan pusat keraton Sumenep pada masa kerajaan Pajajaran, Tumapel hingga Majapahit tidak terdengar soal perselisihan yang mengakibatkan carok. Di Sumenep rata-rata masyarakatnya memiliki pendidikan yang tinggi disamping pengetahuan agamanya yang merupakan wajib dan harus dikuasai. Tingkat kematian atas nama carok didaerah tersebut nyaris tak ada. Asumsi beberapa ahli kriminalitas mengatakan dan berpendapat sama soal yang satu ini. Meski sama-sama suku Madura, namun orang Sumenep jauh lebih modernt ketimbang daerah lainnya.

Ada budaya lain yang pada awal berdirinya merupakan cara saudara-saudara Blater Madura untuk mengurangi pembunuhan tersebut, yakni Oto’-oto’. Sejenis kumpul-kumpul atau perkumpulan dalam rangka mengumpulkan saudara satu kampung yang diisi dengan acara saling membantu satu dengan yang lain lewat sumbangan duit semacam arisan yang merupakan pengikat dari kumpulan ini.

Pada awalnya budaya ini cukup topcer dan mampu meredam Carok. Karena apabila terjadi carok antara satu dengan yang lain, atau antara desa satu dengan yang lain, maka masing-masing tetuah blateran dari otok-otok tersebut akan berkumpul dan bermusyawarah untuk mencari penyelesaian soal carok tersebut. Dan terbukti banyak bermanfaat.

Sayangnya kegiatan ini kemudian bergteser dan bahkan terkadang muncul permasalahan baru. Yakni bagi mereka yang punya utang dari arisan tersebut, bisa timbul carok. Dan ini terjadi dibeberapa kasus. Bahkan tak jarang dari anggota tersebut kemudian kabur menjadi TKI. Celakanya lagi, sang tetuah yang mestinya sebagai penengah, akan ikut-ikutan memburu anggota yang mangkir tersebut. Inilah yang kemudian membingungkan. Karena yang berkembang kemudian, perkumpulan tersebut bukan sebuah ajang yang baik dan bisa jadi penengah, namun justru sebaliknya menambah permasalahan baru.

Kaum Blateran juga turut mewarnai politik kepemimpinan di tanah Madura. Hingga ada istilah yang jadi Klebun/Lurah itu harus dari kalangan Blater, kalau tidak maka akan banyak maling. Namun kenyataannya meski kalangan Blater yang menjadi lurah didesa tersebut, masih banyak yang terjadi maling-maling sapi di desa tersebut.

Banyak klebun Blater tersebut justru sibuk dengan remoh/oto’-oto’ dengan blater lainnya sehingga malas mengurus desanya. Bahkan yang paling parah justru terjadi sebagian lurah memelihara maling sapi untuk mencari keuntungannya sendiri.

Dewasa ini kaum blateran sudah mulai sedikit dan lurah dari kaum blateran sudah mulai terkikis. Hal tersebut terjadi oleh karena tingkat pendidikan mereka yang kini mulai memadai. Selain itu peraturan seorang lurah yang harus lulusan SLTA cukup mendongkrak kredibilitas lurah Madura.

Carok Madura Sakera Madura
Sakera Madura

Sistim Pertarungan Ala Carok Madura

Bicara sistim pertarungan ala carok Madura dibutuhkan satu penelitian yang cukup panjang dan melelahkan. Tak hanya penggalian data dari nara sumber yang pernah terlibat langsung, namun juga harus menggali secara langsung kejadian-kejadian di TKP. Sepanjang penelitian yang dilakukan oleh lembaga CV, sistim pertarungan ala carok dewasa ini adalah sebagai berikut :

  1. Mereka akan melakukan satu permainan keroyokan 1:3 atau lebih.

  2. Mereka akan memancing lawannya dengan tusukan pisau cap garpu dari depan. Kadang sengaja untuk ditangkap namun kemudian diperkuat agar saling dorong hingga lawan lengah kadang pula memang ditusukkan secara sungguh-sungguh

  3. Sementara dari belakang bersiap yang lainnya untuk melakukan bacokan mematikan dengan clurit atau calok.

  4. Mereka juga mempersiapkan dan melengkapi dengan berbagai ritual dan azimat dari para kyai.

  5. Yang paling sering adalah bacokan langsung dari belakang kepada lawannya yang sedang lengah.

  6. Nyaris dan sangat jarang terjadi pertarungan carok sistim duel satu lawan satu.

Oleh:
Mas Mochamad Amien: Pengasuh Pencak Silat Madura | CHAKRA-V MMA STYLE sekaligus pemerhati Budaya Madura, Ilustrasi by: gilasih.blogspot.com
http://www.tretans.com/

Sabtu, 29 September 2012

BPWS |Tahukah anda????|

0 komentar

Ketika anda melewati Jembatan Suramadu , anda akan melihat sebuah kator yang berplakatkan BPWS. Tapi tahukah anda apa tiu BPWS? nah BPWS adalah Badan Pelaksana BPWS (Bapel BPWS), sesuai dengan amanah Perpres 27 Tahun 2008 yang kemudian diperbarui dengan Perpres 23 Tahun 2009 , memiliki tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengelolaan, pembangunan dan fasilitasi percepatan kegiatan pembangunan wilayah Suramadu. Kegiatan pengelolaan dan pembangunan infrastruktur wilayah yang dilaksanakan Bapel BPWS dilaksanakan di 3 (tiga) kawasan, yaitu Kawasan Kaki Jembatan Sisi (KKJS) Surabaya (600 Ha), Kawasan Kaki Jembatan Sisi (KKJS) Madura (600 Ha) dan kawasan khusus di Utara Pulau Madura (600 Ha). Kawasan Kaki Jembatan Sisi Surabaya (KKJSS) dan Kawasan Kaki Jembatan Sisi Madura (KKJSM) dikembangkan untuk mendorong perkembangan ekonomi, sedangkan kawasan khusus di Utara Pulau Madura untuk pengembangan kawasan Pelabuhan Peti Kemas. Selain melaksanakan tugas dan fungsi di atas, Bapel BPWS juga bertugas untuk stimulasi pembangunan infrastruktur untuk wilayah Suramadu secara keseluruhan. Dalam hal ini Bapel BPWS melakukan koordinasi perencanaan dan pengendalian pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan Kementerian/LPNK lain, pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota), maupun swasta/masyarakat di wilayah Madura. nah berikut ini adalah salah satu Fungsi dari BPWS. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2008 tentang Badan Pengembangan Wilayah Suramadu, bahwa tujuan pengembangan wilayah Suramadu adalah optimalisasi percepatan pengembangan wilayah Suramadu, sehingga dapat berperan sebagai pusat pengembangan wilayah Jawa Timur, berdasarkan Pasal 12 Perpres Nomor 27 Tahun 2008 tentang Badan Pengembangan Wilayah Suramadu, Bapel BPWS melaksanakan tugas: Menyusun rencana induk dan rencana kegiatan pengembangan sarana dan prasarana serta kegiatan pengembangan wilayah Suramadu Melaksanakan pengusahaan Jembatan Tol Suramadu dan Jalan Tol lingkar Timur Surabaya (Simpang Juanda – Tanjung Perak) melalui kerjasama dengan badan usaha pemenang lelang pengusahaan jembatan tol dan jalan tol dimaksud Melaksanakan pengusahaan pelabuhan petikemas di Pulau Madura Membangun dan mengelola : Wilayah Kaki Jembatan Surabaya – Madura, yang meliputi : Wilayah di sisi Surabaya ± 600 Ha (enam ratus hektar) Wilayah di sisi Madura ± 600 Ha (enam ratus hektar) Kawasan khusus di Pulau Madura seluas ± 600 Ha (enam ratus hektar) dalam satu kesatuan dengan wilayah pelabuhan petikemas dengan perumahan dan industri termasuk jalan aksesnya Menerima dan melaksanakan pelimpahan sebagian wewenang dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah Menyelenggarakan pelayanan satu atap untuk urusan perizinan di wilayahSuramadu Melakukan Fasilitasi dan stimulasi percepatan pertumbuhan ekonomi masyarakat Jawa Timur, antara lain dalam Pembangunan jalan akses menuju Jembatan Tol Suramadu, baik di wilayah sisi Surabaya maupun di wilayah sisi Madura Pembangunan jalan pantai utara Madura (Bangkalan – Sumenep) Pembangunan jalan lintas selatan Madura (Bangkalan – Sumenep) Pembangunan jalan penghubung pantai utara Madura dengan lintas selatan Madura Pembangunan infrastruktur perhubungan antar wilayah kepulauan Pengembangan sumber daya manusia dalam rangka industrialisasi di Pulau Madura Penyediaan infrastruktur air baku, air minum, sanitasi, energi, dan telekomunikasi di wilayah Suramadu Melakukan tugas lain terkait dengan pengembangan wilayah Suramadu yang ditetapkan lebih lanjut oeh Dewan Pengarah.

Senin, 10 September 2012

Regenerasi Pemerintahan Sampang Sejak 1478M Hingga Sekarang

0 komentar

Bagi teman-teman yang penasaran dan ingin mengetahui pemimpin Kabupaten Sampang dari tahun 1478M sampai sekarang, teman-teman bisa baca Refrensi yang kami sajikan ini, semoga bermanfaat.
Kamituwo di Madegan – Sampang : Raden Ario Lembu Petteng (1478) Raden Ario Menger Raden Ario Pratikel Raden Ario Pojok Penguasa Sampang (status sama dengan kerajaan kecil) : Adipati Pramono ……. – …….. Adipati Bonorogo ….. – 1530 Pangeran Sidhing Gili 1531 – 1592 Adipati Pamedakan 1592 – 1623 Adipati Merto Sari 1623 – 1624 Kerajaan Madura : Pangeran Cakraningrat I ( Raden Praseno, 1624 – 1648) Pangeran Cakraningrat II ( Raden Undakan 1648 – 1680), menjadi Raja Madura bagian barat berkeraton di Tonjung Kabupaten Bangkalan Pasca Kerajaan Madura (Penguasa Sampang) : Raden Ario Purbonegoro ( 1680 ) Raden Ario Purwonegoro Ganta’ Raden Ario Purbonegoro ( Raden Demang Panjang Suro ) Raden Tumenggung Purbonegoro / Minggu ( Gung Purbo ) Raden Ario Mloyo Kusumo ( Penguasa terakhir, berdiri sendiri) Zaman Penjajahan Belanda ( terhitung sejak 1 November 1885 ) : Bupati Pertama ( Tumenggung Ario Kusumoadiningrat 1884 – ……. ) Bupati Kedua ( Tumenggung Ario Condrokusumo …… – …… ) Bupati Ketiga ( Adipati Secoadiningrat ……. – 1913 ) Bupati Keempat ( Tumenggung Ario Suryowinoto 1913 – 1918 ) Bupati Kelima ( Tumenggung Ario Kertoamiprojo 1918 – 1923 ) Bupati Keenam ( Tumenggung Ario Sosrowinoto 1923 – 1931 ) Sampang berstatus kawedanan (1931 – 1942) Zaman Pendudukan Militer Jepang : Sampang dalam pendudukan jepang berstatus kawedanan (1942 – 1945) Wedana Raden Abdul Gafur Masa Kemerdekaan R.I 17 Agustus 1945 : Sampang berstatus kawedanan Wedana Raden Abdul Gafur Negara Madura (20 Februari 1948 – 4 Maret 1950) Sampang berstatus Kabupaten Bupati Raden Panji Muhammad Saleh Kusumowinoto (1948 – 1950) Kembali ke Pemerintahan R.I Madura bergabung dengan Negara Kesatuan R.I tanggal 9 Maret 1950 Sampang Berstatus Kabupaten : Bupati Pertama (RT. Moh. Iksan 1950 – 1952) Bupati Kedua ( R. Suharjo 1953 – 1956) Bupati Ketiga ( K.H. Achmad Zaini 1957 – 1959) Bupati Keempat (M. Walihadi 1960 – 1965) Bupati Kelima ( Faudzan Hafidz Suroso, B.A 1966 – 1971) Bupati Keenam (Jusuf Oenik 1971 – 1978) Bupati Ketujuh (Mursim 1978 – 1985) Bupati Kedelapan (Makbul 1985 – 1990) Bupati Kesembilan(R. Bagus Hinayana 1990 – 1995) Bupati Kesepuluh (Fadhilah Budiono, periode pertama 1995 – 2000) (periode kedua 2001 – 2006) Bupati Kesebelas (Noer Tjahja 2008 – sekarang) Sumber :

Disbudparpora Kab. Sampang

Minggu, 02 September 2012

Kerusuhan Sampang |Perbedaan Syiah Vs Suni yang Sebenarnya|

3 komentar
Banyak orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) dianggap sekedar dalam masalah khilafiyah Furu’iyah, seperti perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah, antara Madzhab Syafi’i dengan Madzhab Maliki.

Karenanya dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah, mereka berpendapat agar perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Selanjutnya mereka berharap, apabila antara NU dengan Muhammadiyah sekarang bisa diadakan pendekatan-pendekatan demi Ukhuwah Islamiyah, lalu mengapa antara Syiah dan Sunni tidak dilakukan?.



Oleh karena itu, disaat Muslimin bangun melawan serangan Syiah, mereka menjadi penonton dan tidak ikut berkiprah.

Apa yang mereka harapkan tersebut, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas pada apa yang mereka ketahui.

Semua itu dikarenakan kurangnya informasi pada mereka, akan hakikat ajaran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Disamping kebiasaan berkomentar, sebelum memahami persoalan yang sebenarnya.

Sedangkan apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syiah yang sering berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syiah seperti perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i.

Padahal perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i, hanya dalam masalah Furu’iyah saja. Sedang perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah), maka perbedaan-perbedaannya disamping dalam Furuu’ juga dalam Ushuul.

Rukun Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya juga berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur’an mereka juga berbeda dengan Al-Qur’an kita (Ahlussunnah).

Apabila ada dari ulama mereka yang pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa Al-Qur’annya sama, maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sangat berbeda dan berlainan.

Sehingga tepatlah apabila ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan : Bahwa Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) adalah satu agama tersendiri.

Melihat pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian dari perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dengan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).

1. Rukun Islam
Rukun Islam Ahlussunnah kita ada 5:

Syahadatain
As-Sholah
As-Shoum
Az-Zakah
Al-Haj
Rukun Islam Syiah juga ada 5 tapi berbeda:

As-Sholah
As-Shoum
Az-Zakah
Al-Haj
Al wilayah
2. Rukun Iman
Rukun Iman Ahlussunnah ada enam:

Iman kepada Allah
Iman kepada Malaikat-malaikat Nya
Iman kepada Kitab-kitab Nya
Iman kepada Rasul Nya
Iman kepada Yaumil Akhir / hari kiamat
Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.
Rukun Iman Syiah ada 5 :

At-Tauhid
An Nubuwwah
Al Imamah
Al Adlu
Al Ma’ad
3. Syahadat
Ahlussunnah mempunyai Dua kalimat syahada, yakni: “Asyhadu An La Ilaha Illallah wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”.

Syiah mempunyai tiga kalimat syahadat, disamping “Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, masih ditambah dengan menyebut dua belas imam-imam mereka.

4. Imamah
Ahlussunnah meyakini bahwa para imam tidak termasuk rukun iman. Adapun jumlah imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul imam-imam, sampai hari kiamat.Karenanya membatasi imam-imam hanya dua belas (12) atau jumlah tertentu, tidak dibenarkan.

Syiah meyakini dua belas imam-imam mereka, dan termasuk rukun iman. Karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas imam-imam mereka (seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah dianggap kafir dan akan masuk neraka.

5. Khulafaur Rasyidin
Ahlussunnah mengakui kepemimpinan khulafaurrosyidin adalah sah. Mereka adalah: a) Abu Bakar, b) Umar, c) Utsman, d) Ali radhiallahu anhum

Syiah tidak mengakui kepemimpinan tiga Khalifah pertama (Abu Bakar, Umar, Utsman), karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal Imam Ali sendiri membai’at dan mengakui kekhalifahan mereka).

6. Kemaksuman Para Imam
Ahlussunnah berpendapat khalifah (imam) adalah manusia biasa, yang tidak mempunyai sifat Ma’shum. Mereka dapat saja berbuat salah, dosa dan lupa, karena sifat ma’shum, hanya dimiliki oleh para Nabi. Sedangkan kalangan syiah meyakini bahwa 12 imam mereka mempunyai sifat maksum dan bebas dari dosa.

7. Para Sahabat
Ahlussunnah melarang mencaci-maki para sahabat. Sedangkan Syiah mengangggap bahwa mencaci-maki para sahabat tidak apa-apa, bahkan berkeyakinan, bahwa para sahabat setelah Rasulullah SAW wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja. Alasannya karena para sahabat membai’at Sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah.

8. Sayyidah Aisyah
Sayyidah Aisyah istri Rasulullah sangat dihormati dan dicintai oleh Ahlussunnah. Beliau adalah termasuk ummahatul Mu’minin. Syiah melaknat dan mencaci maki Sayyidah Aisyah, memfitnah bahkan mengkafirkan beliau.

9. Kitab-kitab hadits
Kitab-kitab hadits yang dipakai sandaran dan rujukan Ahlussunnah adalah Kutubussittah : Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan At-Tirmidz, Sunan Ibnu Majah dan Sunan An-Nasa’i. (kitab-kitab tersebut beredar dimana-mana dan dibaca oleh kaum Muslimin sedunia).

Kitab-kitab hadits Syiah hanya ada empat : a) Al Kaafi, b) Al Istibshor, c) Man Laa Yah Dhuruhu Al Faqih, dan d) Att Tahdziib. (Kitab-kitab tersebut tidak beredar, sebab kebohongannya takut diketahui oleh pengikut-pengikut Syiah).

10. Al-Quran
Menurut Ahlussunnah Al-Qur’an tetap orisinil dan tidak pernah berubah atau diubah. Sedangkan syiah menganggap bahwa Al-Quran yang ada sekarang ini tidak orisinil. Sudah dirubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah).

11. Surga
Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul Nya. dan Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul Nya. Menurut Syiah, surga hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada Imam Ali, walaupun orang tersebut tidak taat kepada Rasulullah. Dan neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam Ali, walaupun orang tersebut taat kepada Rasulullah.

12. Raj’ah
Aqidah raj’ah tidak ada dalam ajaran Ahlussunnah. Raj’ah ialah besok di akhir zaman sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali. Dimana saat itu Ahlul Bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya.

Raj’ah adalah salah satu aqidah Syiah, dimana diceritakan bahwa nanti diakhir zaman, Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia pergi ke Madinah untuk membangunkan Rasulullah, Imam Ali, Siti Fatimah serta Ahlul Bait yang lain. Setelah mereka semuanya bai’at kepadanya, diapun selanjutnya membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah. Kemudian ketiga orang tersebut disiksa dan disalib, sampai mati seterusnya diulang-ulang sampai ribuan kali, sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka kepada Ahlul Bait.

Orang Syiah mempunyai Imam Mahdi sendiri, yang berlainan dengan Imam Mahdi yang diyakini oleh Ahlussunnah, yang akan membawa keadilan dan kedamaian.

13. Mut’ah
Mut’ah (kawin kontrak), sama dengan perbuatan zina dan hukumnya haram. Sementara Syiah sangat dianjurkan mut’ah dan hukumnya halal. Halalnya Mut’ah ini dipakai oleh golongan Syiah untuk mempengaruhi para pemuda agar masuk Syiah. Padahal haramnya Mut’ah juga berlaku di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib.

14. Khamr
Khamer (arak) najis menurut Ahlussunnah. Menurut Syiah, khamer itu suci.

15. Air Bekas Istinjak
Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap tidak suci, menurut ahlussunnah (sesuai dengan perincian yang ada). Menurut Syiah air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap suci dan mensucikan.

16. Sendekap
Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah. Menurut Syiah meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri sewaktu shalat dapat membatalkan shalat. (jadi shalatnya bangsa Indonesia yang diajarkan Wali Songo oleh orang-orang Syiah dihukum tidak sah dan batal, sebab meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri).

17. Amin Sesudah Fatihah
Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah. Menurut Syiah mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat dianggap tidak sah dan batal shalatnya. (Jadi shalatnya Muslimin di seluruh dunia dianggap tidak sah, karena mengucapkan Amin dalam shalatnya).

Demikian telah kami nukilkan beberapa perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Harapan kami semoga pembaca dapat memahami benar-benar perbedaan-perbedaan tersebut. Selanjutnya pembaca yang mengambil keputusan (sikap). Masihkah mereka akan dipertahankan sebaga Muslimin dan Mukminin ? (walaupun dengan Muslimin berbeda segalanya).

Sebenarnya yang terpenting dari keterangan-keterangan diatas adalah agar masyarakat memahami benar-benar, bahwa perbedaan yang ada antara Ahlussunnah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) itu, disamping dalam Furuu’ (cabang-cabang agama) juga dalam Ushuul (pokok/ dasar agama).

Apabila tokoh-tokoh Syiah sering mengaburkan perbedaan-perbedaan tersebut, serta memberikan keterangan yang tidak sebenarnya, maka hal tersebut dapat kita maklumi, sebab mereka itu sudah memahami benar-benar, bahwa Muslimin Indonesia tidak akan terpengaruh atau tertarik pada Syiah, terkecuali apabila disesatkan (ditipu). Oleh karena itu, sebagian besar orang-orang yang masuk Syiah adalah orang-orang yang tersesat, yang tertipu oleh bujuk rayu tokoh-tokoh Syiah.

Akhirnya, setelah kami menyampaikan perbedaan-perbedaan antara Ahlussunnah dengan Syiah, maka dalam kesempatan ini kami menghimbau kepada Alim Ulama serta para tokoh masyarakat, untuk selalu memberikan penerangan kepada umat Islam mengenai kesesatan ajaran Syiah. Begitu pula untuk selalu menggalang persatuan sesama Ahlussunnah dalam menghadapi rongrongan yang datangnya dari golongan Syiah. Serta lebih waspada dalam memantau gerakan Syiah didaerahnya. Sehingga bahaya yang selalu mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita dapat teratasi.

Selanjutnya kami mengharap dari aparat pemerintahan untuk lebih peka dalam menangani masalah Syiah di Indonesia. Sebab bagaimanapun, kita tidak menghendaki apa yang sudah mereka lakukan, baik di dalam negri maupun di luar negri, terulang di negara kita. Semoga Allah selalu melindungi kita dari penyesatan orang-orang Syiah dan aqidahnya. Amin.





http://www.sarkub.com/

Rabu, 21 Maret 2012

Kabupaten Sampang

1 komentar

 Keadaan Geografis

Kabupaten Sampang secara administrasi terletak dalam wilayah Propinsi Jawa Timur yang secara geografis terletak di antara 113o08’ - 113o39’ Bujur Timur dan 6o 05’ - 7o13’ Lintang Selatan. Kabupaten Sampang terletak ± 100 Km dari Surabaya, dapat dengan melalui Jembatan Suramadu kira2 1,5 jam atau dengan perjalanan laut kurang lebih 45 menit dilanjutkan dengan perjalanan darat ± 2 jam. batas-batas wilayah Kabupaten Sampang adalah : • Sebelah Utara : Laut Jawa • Sebelah Selatan : Selat Madura • Sebelah Barat : Kabupaten Bangkalan. • Sebelah Timur : Kabupaten Pamekasan.
Secara keseluruhan Kabupaten Sampang mempunyai luas wilayah sebanyak 1.233,30 Km2. Proporsi luasan 14 kecamatan terdiri dari 6 kelurahan dan 180 Desa. Kecamatan Banyuates dengan luas 141,03 Km2 atau 11,44 % yang merupakan Kecamatan terluas, sedangkan Kecamatan terkecil adalah Pangarengan dengan luas hanya 42,7 Km2 (3,46 %).
Kabupaten Sampang mempunyai 1 buah pulau berpenghuni yang terletak di sebelah selatan Kecamatan Sampang. Nama pulau tersebut adalah Pulau Mandangin, luas Pulau Mandangin sebesar 1,650 km2. Akses transportasi ke Pulau Mandangin adalah dengan menggunakan transportasi air dalam hal ini adalah perahu motor yang berada di Pelabuhan Tanglok. Perjalanan dari Pelabuhan Tanglok menuju Pulau Mandangin ini membutuhkan waktu ± 30 menit Masakan khas kota ini adalah kaldu. Selain itu makanan khasnya adalah nasi jagung

Penduduk

Jumlah penduduk berdasarkan BPS Kabupaten Sampang pada tahun 2005 sejumlah 794.914 jiwa

Tempat-tempat wisata

  • Pulau Mandangin
  • Pantai Camplong
  • Kuburan Madegan
  • Waduk Klampis
  • Air terjun Toroan
  • Rimba monyet- Nepa Raden segoro
  • Reruntuhan Pababaran
  • Pemandian Sumber Otok
  • Wisata Alam Goa Lebar
reff : wikipedia.org