Pages

 

Minggu, 11 Maret 2012

PENGHAPUSAN KERAJAAN BANGKALAN

0 komentar
Pemerintah Hindia Belanda memang sengaja lambat laun menghapuskan kerajaan-kerajaan di Madura, pertama ialah kerajaan Pamekasan dihapus yang terjadi pada tahun 1858 dan berikutnya kerajaan Sumenep menerima gilirannya ialah dihapuskan dalam tahun 1885. Menurut ketentuan Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang dikuatkan oleh rajanya antara lain sebagai berikut :
  1. Karena pencabutan vorsten bestuur (pemerintahan kerajaan) di Madura, maka Kabupaten Bangkalan dan Sampang didirikan langsung dibawah Residen Madura.
  2. Anggota keluarga Kerajaan yang dahulunya mempunyai tanah-tanah apanage, dicabut dan diganti dengan uang     kerugian sebanyak taksiran hasil tanahnya,
  3. Menteri-menteri Kerajaan yang mendapat tanah pecaton, dicabut dan diganti dengan uang kerugian.
  4. Upacara-Upacara Kerajaan Madura diambil oleh Pemerintah Belanda dan disimpan di Museum Jakarta.
  5. Barisan Madura tetap diadakan, tetapi langsung dibawah pimpinan Pemerintah Hindia Belanda
Setelah itu diangkatlah sebagai Bupati Pertama ialah Pangeran Surjonegoro kemudian dengan gelar Pangeran Tjokroadiningrat untuk Bangkalan, dan Raden Ario Kusumoadiningrat (Kandjeng Ronggo) untuk Sampang.

Selanjutnya Pemerintah Hindia Belanda menganggap Keraton Bangkalan sudah rusak tidak dapat didiami lagi, lalu didalam tahun 1891 dibongkar dan diganti dengan rumah Kabupaten yang sampai sekarang masih ada. Tindakan pembongkaran keraton itu hanya sebagai siasat politik Belanda agar supaya rakyat tidak mempunyai kenang-kenangan akan kebesaran pemerintahan leluhurnya, sebelum dijajah oleh Belanda.

Dalam tahun 1905, Bupati pertama Bangkalan (Pangeran Tjokroadiningrat) mengundurkan diri dengan pensiun (setelah meninggal juga dimakamkan dibelakang masjid Bangkalan) dan diganti oleh puteranya bernama Raden Adipati Ario Surjonegoro ia mengundurkan diri dengan hak pensiun pula dalam tahun 1918 an diganti oleh adiknya bernama Raden Tumenggung Ario Surjowinoto. Sebelum Surjowinoto menjabat Bupati Bangkalan, ia sudah menjabat Bupati Sampang dalam tahun 1913.

Dalam tahun 1920, ia sudah mendapat gelar Raden Ario Tjakraningrat. Didalam zaman pendudukan jepang ia diangkat menjadi wakil Residen Madura (Wakil Sju Tjokan), disamping ia menjabat Bupati Bangkalan. Setelah negara Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 maka ia diangkat menjadi Residen Madura.

Puteranya yang tertua ialah Raden Tumenggung Ario Muhammad Zis Tjakraningrat menggantikannya menjadi Bupati Bangkalan. Setelah R.A Moh. Zis Tjakraningrat dipindah, maka R. Moh. Roeslan Wongso Koesoemo ditunjuk sebagai Bupati Kepala Daerah Bangkalan 1956-1959. Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1957, K. Brodjo Koesumo dipilih sebagai Bupati Daerah T.K II Bangkalan.

Setelah UU No 1 Tahun 1959 dibekukan dan diganti dengan Pempres No. 6 Tahun 1959 maka R.P. Moh. Noer terpilih sebagai calon tunggal dan diangkat sebagai calon Bupati kepala Daerah Kabupaten Bangkalan tahun 1959 sampai 1965.

Setelah R.P Moh. Noer diangkat sebagai Pembantu Gubernur Kepala Daerah propinsi Jawa Timur untuk bekas keresidenan Madura maka diadakan pemilihan lagi dan Drs. R. Abdul Manan Prijonoto dipercayakan untuk menggantikan sebagai Bupati kepala Daerah Kab. Bangkalan. Ia tidak lama menjabat Bupati, lalu Pemerintah Pusat memandang perlu untuk membebastugaskan dan ia ditempatkan kembali sebagai Pegawai Tinggi di Departemen Pertanian.

Untuk sementara waktu ditunjuk R.P. Machmoed Sasroadipoetro (Pembantu Gubernur untuk Madura) sebagai pejabat Bupati kepala daerah Kab. Bangkalan sampai ada gantinya. Dalam tahun 1971 pencalonan Kepala Daerah telah dilaksanakan oleh DPRD-GR Kabupaten Bangkalan dan Eddy Soedjaki ditetapkan dan diangkat sebagai Bupati Kepala Daerah Kabupaten Bangkalan (Eddy Soedjaki sebetulnya Jacky Soedjaki).


Dikutip dari :
Buku Selayang Pandang Sejarah Madura
Oleh :
DR. Abdurrahman
Bangkalan-Memory

0 komentar:

Posting Komentar