Pages

 

Kamis, 22 Maret 2012

TOMCAT Mulai Menyerang Warga Bangkalan

1 komentar
Setelah heboh menyerang salah satu kompleks perumahan elit di Surabaya. Kini si Kecil Tomcat mulai memasuki kawasan di daerah Bangkalan bagian selatan. Di daerah Kejawan Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan ini belasan warga yang diserang tomcat tersebut merasa gatal-gatal dan panas. Serta ada wajah warga yang diserang memerah, akibat penyakit dari jenis serangga itu.

"Biasanya tomcat itu menyerang warga saat malam hari," kata salah seorang warga di desa itu Saleh.

Saleh mengatakan, tomcat mulai menyerang kampungnya sejak sepekan terakhir. Namun, saat itu jumlahnya masih sedikit.

"Sejak seminggu tomcat hingga tadi malam tomcat masih menyerang warga," kata dia.

Saleh menjelaskan, biasanya tomcat menyerang pemukiman warga saat malam hari. Tomcat ini suka pada penerangan seperti lampu.

"Kalau siang seperti ini tidak ada tomcat, tapi jika sudah malam hari tomcat mulai berdatangan dan menggigit warga," ucapnya.

Menurut Saleh, warga yang terkena gigit tomcat diobati dengan bedak dan minyak banleng. Sebab, gigitan tomcat membuat tubuh menjadi panas dan gatal-gatal.

"Banyak yang menjadi korban tomcat,, sepupu saya, keponakan dan sejumlah warga yang ada disini kalau dihitung lebih dari sepuluh korban," ungkapnya.

Saleh mengatakan, hingga saat ini belum ada penanganan dari dinas terkait untuk memberantas tomcat yang sangat meresahkan warga. Jika dibiarkan, pihaknya khawatir tomcat akan bertambah banyak.

"Kami berharap dinas kesehatan segera melakukan langkah konkrit untuk membasmi tomcat karena jika dibiarkan maka warga yang menjadi korban," kata warga lain di desa itu

reff antaranews.com

Rabu, 21 Maret 2012

Kabupaten Sampang

1 komentar

 Keadaan Geografis

Kabupaten Sampang secara administrasi terletak dalam wilayah Propinsi Jawa Timur yang secara geografis terletak di antara 113o08’ - 113o39’ Bujur Timur dan 6o 05’ - 7o13’ Lintang Selatan. Kabupaten Sampang terletak ± 100 Km dari Surabaya, dapat dengan melalui Jembatan Suramadu kira2 1,5 jam atau dengan perjalanan laut kurang lebih 45 menit dilanjutkan dengan perjalanan darat ± 2 jam. batas-batas wilayah Kabupaten Sampang adalah : • Sebelah Utara : Laut Jawa • Sebelah Selatan : Selat Madura • Sebelah Barat : Kabupaten Bangkalan. • Sebelah Timur : Kabupaten Pamekasan.
Secara keseluruhan Kabupaten Sampang mempunyai luas wilayah sebanyak 1.233,30 Km2. Proporsi luasan 14 kecamatan terdiri dari 6 kelurahan dan 180 Desa. Kecamatan Banyuates dengan luas 141,03 Km2 atau 11,44 % yang merupakan Kecamatan terluas, sedangkan Kecamatan terkecil adalah Pangarengan dengan luas hanya 42,7 Km2 (3,46 %).
Kabupaten Sampang mempunyai 1 buah pulau berpenghuni yang terletak di sebelah selatan Kecamatan Sampang. Nama pulau tersebut adalah Pulau Mandangin, luas Pulau Mandangin sebesar 1,650 km2. Akses transportasi ke Pulau Mandangin adalah dengan menggunakan transportasi air dalam hal ini adalah perahu motor yang berada di Pelabuhan Tanglok. Perjalanan dari Pelabuhan Tanglok menuju Pulau Mandangin ini membutuhkan waktu ± 30 menit Masakan khas kota ini adalah kaldu. Selain itu makanan khasnya adalah nasi jagung

Penduduk

Jumlah penduduk berdasarkan BPS Kabupaten Sampang pada tahun 2005 sejumlah 794.914 jiwa

Tempat-tempat wisata

  • Pulau Mandangin
  • Pantai Camplong
  • Kuburan Madegan
  • Waduk Klampis
  • Air terjun Toroan
  • Rimba monyet- Nepa Raden segoro
  • Reruntuhan Pababaran
  • Pemandian Sumber Otok
  • Wisata Alam Goa Lebar
reff : wikipedia.org

AIR TERJUN Bangkalan Madura | Kec.Kokop | Ds.Durjan

9 komentar
         Jika anda mendengar kata "Madura"pasti yang telintas dalam benak anda yaitu pulau yang panas, gersang, terbelakang dan tidak ada daya tarik yang mungkin bisa membuat anda singgah di pulau ini. Akan tetapi m sekarang anda harus mulai merubah pola pikir seperti itu.karena di pulau garam ini terdapat keindahan yang sangat luar biasa.salah satunya adalah AIR TERJUN Grubhughan ini. Dan untuk memperoleh informasi ini kami langsung melakukan expedisi untuk mendapatkan informasi secara lengkap.
           Expedisi ini kami awali dengan mempersiapkan segala sesuatu yang akan mendukung perjalanan kami. Tidak banyak yang kami persiapkan, karena yang terpenting adalah memperisapakan motor kami. Kendaraan  dalam kondisi bagus merupakan syarat yang sangat vital. Karena lokasi air terjun ini sekitar 60 km dari pusat kota Bangkalan. Dengan mengendarai sepeda motor kami memulai perjalanan pada pukul 13.00 WIB. Setelah satu jam perjalanan akhirnya  kami sampai juga di Pertigaan arah menuju Kecamatan Kokop. Sekitar 25km dari target lokasi yang akan kami tuju.

 Dalam perjalanan ke Kokop kami menemui berbagai macam hal yang menarik untuk kami ceritakan di sini. Salah satunya adalah medan yang lumayan berbatu dan sedikit menantang cocok untuk para penggemar offroad. Dan mungkin ini salah satu masukan untuk Pemerintah Daerah setempat yang perlu melakukan perbaikan jalan yang samasekali belum tersentuh oleh aspal dan penerangan jalan yang amat sangat kurang. Di samping kira dan kanan jalan yang kami lalui terdapat berbagai pemandangan perbukitan yang cukup menarik yang membuat mata kita tidak bosan untuk melihatnya. Karena jarak rumah antara satu dengan yang lainnya lumayan berjauhan sehingga pemandangan alam bisa kita lihat dengan jelas.

      Setelah satu jam menelusuri jalan utama di Kecamatan Kokop sampailah kami di Desa Dhurjan tempat Lokasi air terjun yang kami tuju tersebut. Sesampainya d isana kami langsung menuju rumah Bidan yang memberikan informasi tetang lokasi tersebut. Tidak berselang lama kemudian bidan tersebut Memperkenalkan kami pada seorang anak berumur sekitar 9 tahun yang merupakan warga setempat yang tahu persis lokasi air terjun itu berada.

Tidak mau menunggu lebih kama lagi kami pun segera menuju air terjun tersebut. Dan pada akirnya setelah 5 menit berkendara .motor kami pun tepaksa kami titipkan di rumah penduduk sekitar. Karena jalan setapak yang akan kami lalui merupakan jalan setapak yang juga berfungsi sebagai pematang sawah. Setapak demi setapak kami menyisiri sawah yang hijau penuh dengan tanaman padi. Setelah hampir 10 menit kemudian akhirnya sampailah kami di Air Terjun Grubhugan. Kami tidak bisa berkata-kata takjub atas keindahanya tidak kalah dengan resort air tejun yg tekenal di Jawa Timur. Dengan tinggi sekitar 30 meter dari permukaan tanah, air terjun ini mengalirkan air yang sangat dingin dan hawa di sekitarnya tak kalah sejuknya dengan alam Puncak. Bebatuan kecil, ganggang tanaman lumut serta akar akar pohon besar yang menerobos bebatuan semakin menambah Eksotisme air terjun ini. Sangat disayangkan jika banyak wisatawan lokal yang lebih memilih keluar dari pulau madura untuk medapatkan sensasi air terjun yg sebenarnya di madura sendiri ada.dan mungkin pemerintah daerah juga harus lebih peka tehadap potensi yang di milikinya.
        Setelah bermain air dan ber foto ria.akhirnya kami memutuskan untuk pulang karena waktu sudah mulai sore dan gelap. Timbul niat yang sangat kuat di hati kami untuk sesegera mungkin untuk menceritakan dan memamerkan foto kami kepada teman-teman. agar potensi yang pulau garam ini bisa dikenal dan menjadi salah satu tempeat tujuan untuk berwisata.
Dan kami harap semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi semua fihak, kami selalu berusaha mengajak seluruh komponen yang Masih Sayang dan atau pun yang "Belum Menyayangi" pulau garam ini agar lebih mencintai dan melestarikan potensi dan budaya Madura serta berbagai Misteri keindahan yang ada di Pulau Madura tercinta ini.

Minggu, 11 Maret 2012

TRADISI TER-ATER (BERBAGI MAKANAN)

1 komentar
Terdapat tradisi yang unik, mengesankan, dan agak sulit kita temukan di tempat selain di Madura atau paling tidak di masyarakat Madura. Tradisi tersebut adalah budaya ater-ater. Ater-ater ini adalah sebentuk tradisi masyarakat Madura terutama di pedalaman dan grass root yang paling banyak ditemui ketika ada hajatan, selame tan dalam segala macamnya, hari raya keagama an, tasyakuran, dan lain sebaginya.

Kegiatan ater-ater ini diaplikasikan dengan menghantarkan barang (terutama makanan) pada sanak keluarga atau tetangga yang ada di sekitar. Namun tidak jarang tradisi ini juga dilaku kan dan tujukan pada sanak saudara yang jauh.
Bagi kalangan masyarakat Madura, ater-ater merupakan tradisi yang telah turun-temurun. Hal ini dilakukan untuk menyambung dan mempererat tali silaturrahmi antar keluarga atau tetangga.

Barang yang dibawa sebagai oleh-oleh bagi yang dikunjungi berupa makanan yang siap saji, seperti nasi putih berserta lauk daging sapi atau kambing, lengkap dengan kue dengan berbagai macam jenisnya. Jajanan, nasi, dan lauk pauk tersebut disimpan dalam wadah khusus, sema cam termos untuk piknik. Lalu dijinjing dibawa ke tempat saudara atau tetangga yang akan dikunjungi.

Makanan siap saji dan tidak tahan lama terse but biasa dibawa pada saudara atau tetangga dekat. Jika yang hendak dikunjungi atau diater-ater adalah keluarga yang letaknya jauh, barang bawaannya biasanya barang yang tidak mudah basi tapi unik. Hanya bisa didapat di tempat-tempat tertentu.
Sebagai salah satu dari elemen budaya ma syarakat Madura, ater-ater dapat dijadikan se buah teropong atau sekeping cermin yang dapat menggambarkan identitas dan karakter masya rakat Madura.

Namun tradisi ini sering luput dari perhatian para peneliti. Mungkin saja tradisi ini dianggap cukup sepele dan biasa-biasa saja. Padahal, ater-ater ini adalah salah satu kegiatan atau ritual budaya yang membuat banyak orang menyimpulkan bahwa masyarakat Madura adalah ma syarakat yang ramah, dermawan, komunikatif, baik hati, dan memiliki solidaritas yang tinggi pada sesama.

Pada momen hari raya keagamaan seperti lebaran, ater-ater  ini menemukan momennya yang cukup signifikan. Hampir setiap orang masya rakat Madura melakukannya. Mereka tidak seke dar pergi bertamu untuk bersalam-salaman dan bermaaf-maafan. Mereka tidak lupa membawa sesuatu yang mereka makan di rumahnya.

Pada momen lebaran, ater-ater  biasanya didominasi oleh mereka yang sedang bertuna ngan. Rasanya tidak pas jika ater-ater pada sa nak saudara di hari raya, jika tidak bersama-sa ma tunangan. Tidak jarang, budaya ater-ater ini dijadikan wahana bagi seseorang untuk memper kenalkan tunangannya pada tetangga atau ke luarganya yang lain.

Akulturasi Budaya
Tradisi yang telah turun menurun ini lahir dari relung kebudayaan masyarakat Madura yang cukup dalam. Jika bertemu dengan sesepuh Madura, lalu ditanya tentang ater-ater, kurang lebih mereka akan menjawab bahwa hal itu dilakukan agar saudara atau tetangganya dapat hidup dan merasakan nikmatnya makanan seperti yang telah dia makan. Terlebih, mereka terkadang akan menja wab agar tidak punya hutang rasa. Bagi mereka, ketika tetangga atau sanak saudara mencium aroma masakan dari dapur kita  berarti kita telah memiliki “hutang” pada mereka hingga kita dapat meng hantarkan sebagian makanan tersebut pada mereka.

Hal ini menarik dicermati dan dimaknai. Dengan demikian budaya ater-ater merupakan budaya yang menunjukkan rasa empati, simpati, sekaligus menarik seseorang agar terhindar dari mental individualistis. la menunjukkan rasa solidaritas dan kepedulian sosial yang cukup tinggi terhadap sesama.

Filosofi-filosofi serupa akan mudah kita temukan dalam ajaran Islam, terutama dalam tradi si sufi. Ater-ater secara tersirat sebenamya juga diajarkan Nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhamad menuturkan, “Rayakanlah pesta perkawinan, umumkanlah walaupun hanya dengan seekor kambing, dan perbanyaklah kuah nya agar semua sanak famili dan tetanggamu juga dapat merasakan kebahagiaan.”

Bukan tidak mungkin tradisi ater-ater di kala ngan masyarakat Madura ini merupakan budaya yang ditransmisikan dari budaya dan ajaran Islam. Pada sekitar abad ke-15, Islam masuk ke Madura (Rifa’i, 2007). Masuknya agama Islam di Madura banyak membuat perubahan budaya keberaga maan yang bersifat sinkretis. Hal ini bisa dilihat masih banyaknya masyarakat Madura yang masih suka membakar kemenyan pada malam Jumat. Ini terjadi tidak hanya di pedesaan, tapi juga di pedesaan. Sudah mafhum, kebiasaan yang demikian merupakan warisan agama Budha dan Hindu.

Dinamisasi pola keberagamaan juga meme ngaruhi banyak hal dari sisi kehidupan orang Ma dura. Seperti, nama yang diberikan kepada anaknya. Yang asalnya orang Madura sering memberi nama anaknya Bhunkot, Kaddhu’, Bengngug, dan seterusnya, pada tahap setelah masuknya Islam berubah menjadi Islami atau kearab-araban (Rifa’i, 2007). Tradisi ater-ater bisa jadi masuk melalui transmisi ajaran dan nilai-nilai Islam sebagaimana nama-nama tersebut.

Pada saat ini, tradisi ater-ater masih saja berlangsung, meskipun gaungnya tak sedahsyat yang sebelumnya. Siapa pun bertanggungjawab menja ga kelestariannya untuk membendung arus globalisasi yang menggiring pada paradigma mental libe ralisme dan individualisme. Merebaknya alat komunikasi seperti handphone di seluruh pelosok desa Madura membuat sebagian masyarakat merasa tidak perlu melakukan ater-ater kalau hanya hendak berkomunikasi dengan tetangga atau sanak saudara. Mereka cukup SMS.

Konservasi tradisi ater-ater ini dapat pula berarti meminimalisasi dampak buruk dari dinamika proses modernisasi yang semakin tidak peka terha dap nilai-nilai kemanusiaan. Sebab, tradisi ater-ater merupakan simbol solidaritas, kepekaan, kepedulian, dan kesetiakawanan


Bangkalan-Memory

PENGHAPUSAN KERAJAAN BANGKALAN

0 komentar
Pemerintah Hindia Belanda memang sengaja lambat laun menghapuskan kerajaan-kerajaan di Madura, pertama ialah kerajaan Pamekasan dihapus yang terjadi pada tahun 1858 dan berikutnya kerajaan Sumenep menerima gilirannya ialah dihapuskan dalam tahun 1885. Menurut ketentuan Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang dikuatkan oleh rajanya antara lain sebagai berikut :
  1. Karena pencabutan vorsten bestuur (pemerintahan kerajaan) di Madura, maka Kabupaten Bangkalan dan Sampang didirikan langsung dibawah Residen Madura.
  2. Anggota keluarga Kerajaan yang dahulunya mempunyai tanah-tanah apanage, dicabut dan diganti dengan uang     kerugian sebanyak taksiran hasil tanahnya,
  3. Menteri-menteri Kerajaan yang mendapat tanah pecaton, dicabut dan diganti dengan uang kerugian.
  4. Upacara-Upacara Kerajaan Madura diambil oleh Pemerintah Belanda dan disimpan di Museum Jakarta.
  5. Barisan Madura tetap diadakan, tetapi langsung dibawah pimpinan Pemerintah Hindia Belanda
Setelah itu diangkatlah sebagai Bupati Pertama ialah Pangeran Surjonegoro kemudian dengan gelar Pangeran Tjokroadiningrat untuk Bangkalan, dan Raden Ario Kusumoadiningrat (Kandjeng Ronggo) untuk Sampang.

Selanjutnya Pemerintah Hindia Belanda menganggap Keraton Bangkalan sudah rusak tidak dapat didiami lagi, lalu didalam tahun 1891 dibongkar dan diganti dengan rumah Kabupaten yang sampai sekarang masih ada. Tindakan pembongkaran keraton itu hanya sebagai siasat politik Belanda agar supaya rakyat tidak mempunyai kenang-kenangan akan kebesaran pemerintahan leluhurnya, sebelum dijajah oleh Belanda.

Dalam tahun 1905, Bupati pertama Bangkalan (Pangeran Tjokroadiningrat) mengundurkan diri dengan pensiun (setelah meninggal juga dimakamkan dibelakang masjid Bangkalan) dan diganti oleh puteranya bernama Raden Adipati Ario Surjonegoro ia mengundurkan diri dengan hak pensiun pula dalam tahun 1918 an diganti oleh adiknya bernama Raden Tumenggung Ario Surjowinoto. Sebelum Surjowinoto menjabat Bupati Bangkalan, ia sudah menjabat Bupati Sampang dalam tahun 1913.

Dalam tahun 1920, ia sudah mendapat gelar Raden Ario Tjakraningrat. Didalam zaman pendudukan jepang ia diangkat menjadi wakil Residen Madura (Wakil Sju Tjokan), disamping ia menjabat Bupati Bangkalan. Setelah negara Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 maka ia diangkat menjadi Residen Madura.

Puteranya yang tertua ialah Raden Tumenggung Ario Muhammad Zis Tjakraningrat menggantikannya menjadi Bupati Bangkalan. Setelah R.A Moh. Zis Tjakraningrat dipindah, maka R. Moh. Roeslan Wongso Koesoemo ditunjuk sebagai Bupati Kepala Daerah Bangkalan 1956-1959. Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1957, K. Brodjo Koesumo dipilih sebagai Bupati Daerah T.K II Bangkalan.

Setelah UU No 1 Tahun 1959 dibekukan dan diganti dengan Pempres No. 6 Tahun 1959 maka R.P. Moh. Noer terpilih sebagai calon tunggal dan diangkat sebagai calon Bupati kepala Daerah Kabupaten Bangkalan tahun 1959 sampai 1965.

Setelah R.P Moh. Noer diangkat sebagai Pembantu Gubernur Kepala Daerah propinsi Jawa Timur untuk bekas keresidenan Madura maka diadakan pemilihan lagi dan Drs. R. Abdul Manan Prijonoto dipercayakan untuk menggantikan sebagai Bupati kepala Daerah Kab. Bangkalan. Ia tidak lama menjabat Bupati, lalu Pemerintah Pusat memandang perlu untuk membebastugaskan dan ia ditempatkan kembali sebagai Pegawai Tinggi di Departemen Pertanian.

Untuk sementara waktu ditunjuk R.P. Machmoed Sasroadipoetro (Pembantu Gubernur untuk Madura) sebagai pejabat Bupati kepala daerah Kab. Bangkalan sampai ada gantinya. Dalam tahun 1971 pencalonan Kepala Daerah telah dilaksanakan oleh DPRD-GR Kabupaten Bangkalan dan Eddy Soedjaki ditetapkan dan diangkat sebagai Bupati Kepala Daerah Kabupaten Bangkalan (Eddy Soedjaki sebetulnya Jacky Soedjaki).


Dikutip dari :
Buku Selayang Pandang Sejarah Madura
Oleh :
DR. Abdurrahman
Bangkalan-Memory

INSTRUMENT MUSIK "SARONEN" MADURA

1 komentar
Ketika anda menyaksikan beberapa atraksi kesenian daerah di Madura, instrumen musik pengiring yang paling dominan adalah Saronen. Instrumen musik ini sangat kompleks dalam penggunaannya. Katakanlah musik serba guna yang mampu menghadirkan berbagai nuansa sesuai dengan kepentingan. Walaupun musik instrumen ini merupakan perpaduan dari beberapa alat musik, namun yang paling dominan adalah liukan-liukan alat tiup berbentuk kerucut sebagai alat musik utama. Alat musik tersebut bernama Saronen.

Konon, orkes Saronen ini berasal dari desa Sendang, kecamatan Pragaan. Saronen berasal dari kata Senninan, (hari Senin). Kala itu, kyai Khatib Sendang (cicit Sunan Kudus), menciptakan orkes ini sebagai media dakwah untuk penyebaran agama Islam. Setiap hari pasaran yang jatuh pada hari Senin, Kyai Khatib menggunakannya dalam upaya menarik massa. Pertama kali yang dilakukan oleh Kyai yang inovatif ini, acara diawali dengan munculnya dua badut. Kedua badut ini, menari dan menyanyi serta melawak. Adapun materi lawakan banyak berisi sindiran dan kritikan  tentang situasi dan kondisi  serta kebijakan pemerintahan pada masa itu. Untuk meramaikan dan menambah semarak adegan-adegan yang dibawakan kedua badut tersebut, maka  acara tersebut diselingi musik yang mampu membangun  suasana menjadi riang  gembira.

Setelah massa terkumpul, barulah kyai Khatib Sendang memulai dakwah. Sehingga pada waktu itu banyak sekali yang tertarik, kemudian menyatakan diri untuk mengikuti ajaran agama Islam. Tentu saja, kyai Khatib dalam menciptakan instrumen musik Saronen menyesuaikan dengan karakter masyarakat Madura. Suku Madura merupakan sosok yang terkenal mempunyai watak keras, polos, terbuka dan hangat. Sehingga, jenis musik riang dan ber-irama mars menjadi pilihan yang paling pas. Dan dalam perkembangannya, musik Saronen menjadi musik yang sangat digemari dan merakyat serta menjadi trade mark musik Madura.

Ciri khas Instrumen Saronen   

Musik instrumentalia Saronen terdiri dari 9 alat musik dengan nilai filosofi Islam yang sangat kental. Karena ke- sembilan  alat musik tersebut adalah pengejawantahan ayat pendek yang menjadi pembuka Al’Qur’anul Karim, yaitu Bismillahhirrohmanirrohim. Adapun ke-9 alat musik tersebut terdiri dari ;  1 saronen, 1 gong besar, 1 kempul, 1 kenong besar, 1 kenong tengahan, 1 kenong kecil, 1 korca, 1 gendang besar dan 1 gendang dik gudik (kecil).       
Kesembilan alat musik tersebut menjadi perpaduan yang harmoni, sedangkan. yang menjadi ruh dari orkes ini adalah alat musik Saronen yang berbentuk kerucut. Alat musik ini terbuat dari pohon jati, dengan enam lubang berderet di depan dan satu lubang di belakang. Sebuah gelang kecil dari kuningan mengaitkan bagian bawah dengan bagian atas. Ujungnya terbuat dari kayu siwalan dan menjepit lidah gandanya (pepet), terbuat dari sepat atau dari daun pohon siwalan. Pada pangkal alat musik itu ditambah sebuah sayap dari tempurung kelapa yang nampak seperti kumis. Saronen berukuran sekitar 40 cm. Alat musik jenis ini berasal dari Timur Tengah.

Dalam perkembangannya, alat musik yang terdiri dari 9 unsur tersebut mengalami penambahan sehingga menjadi 12 alat musik. Yaitu dengan penambahan 1 alat musik saronen serta 1 alat musik kempul. Begitu pula dengan jumlah penabuh/pemusik. Orkes Saronen yang tetap memakai komposisi (versi) lama, menggunakan alat musik sebanyak 9 dengan penabuh sebanyak 9 personel. Masing-masing membawa satu alat musik, sedangkan gong dan kempul dipikul oleh dua penabuh, yang secara bergantian memukul alat musik tersebut. Sedangkan yang menggunakan komposisi (versi) baru alat musik berjumlah 12, serta penabuh/pemusik juga berjumlah 12 orang.

Instrumen Musik ber-irama Mars

Irama yang dihasilkan dari instrument musik Saronen dipakai sebagai pengiring kegiatan Kerapan Sapi, atraksi Sapi Sono’, berbagai upacara ritual di makan keramat, acara pesta perkawinan ataupun dalam event-event kesenian. Selain itu orkes musik Saronen dapat berdiri sendiri dengan menyajikan berbagai  bentuk tontonan yang menarik dan atraktif. Yaitu dengan cara memodifikasi berbagai unsur gerak, baik seni tari, seni hadrah maupun seni bela diri silat dalam kemasan gerak tari sesuai irama musik yang dimainkan. Begitu pula dengan lagu-lagu yang dibawakan, musik. Saronen mampu mengiringi lagu-lagu dari berbagai aliran musik, baik itu keroncong, dangdut, pop, rock and rool maupun lagu-lagu daerah lainnya. Lagu-lagu keroncong yang ber-irama mendayu-dayu misalnya, mampu digubah dalam irama mars yang dinamis.

Dalam setiap atraksi, orkes Saronen ini mampu membangun serta menciptakan suasana yang hangat dan gembira. Ketika berjalan mengikuti iring-iringan pasangan sapi, baik Kerapan Sapi atau Sapi Sono’, upacara-upacara ritual, mengiringi atraksi kuda Kenca’ ataupun arak-arakan para pemusik ini berjalan dengan langkah-langkah pendek sambil berlenggak-lenggok mengikuti irama, gerakan-gerakan itu disesuaikan dengan irama lagu yang dibawakan.

Alat musik Saronen biasanya dipakai sebagai pembuka komposisi dengan permainan solo. Suaranya yang sedikit sengau dan demikian keras, meloncat-loncat, melengking-lengking dan meliuk-liuk dalam irama yang menghentak. Baru setelah itu diikuti oleh pukulan alat musik lainnya, pukulan gendang, kennong, ketukan kerca dan simbal. Perpaduan alat-alat musik tersebut menghasilkan keselarasan irama pada seluruh orkes.

Setiap komposisi musik yang dimainkan, di awali dalam tempo lamban yang berubah menjadi tempo medium, lalu semakin cepat, atau sebaliknya, permainan diawali langsung dalam tempo medium langsung berubah menjadi cepat dan berakhir dengan tempo yang semakin cepat untuk seluruh orkes. Permainan yang sangat variatif dan penuh improvisasi dari para pemain, serta teriakan yang dilontarkan para pemain menambah kegairahan pada irama yang sudah melengking dan meloncat-loncat. Dalam setiap permainan, setiap komposisi lagu berakhir seketika, dalam arti semua instrumen berhenti pada saat yang sama.

Seperti halnya instrumen musik lain, Saronen dapat dimainkan sesuai  dengan jenis irama yang diinginkan. Walaupun sangat dominan memainkan jenis irama mars, dalam bahasa Madura irama  sarka’, Saronen ini mampu menghasilkan jenis irama lainnya, yaitu irama lorongan (irama sedang). Jenis irama ini terdiri dari dua, yaitu irama sedang  “lorongan jhalan” dan  irama slow ‘lorongan toju’. Masing-masing irama tersebut dimainkan di berbagai kegiatan kesenian dengan acara serta suasana yang berbeda

Untuk irama sarka’, biasanya dimainkan dalam suasana riang dan permainan musik cepat dan dinamis. Tujuannya adalah memberikan  semangat dan suasana hangat. Adapun semua lagu dapat digubah dalam irama sarka’. Sementara itu, untuk jenis irama lorongan, baik lorongan jhalanlorongan toju’ (slow), lagu-lagu yang dimainkan biasanya berasal dari  berbagai lagu gending karawitan. (sedang) atau ketika mengiringi kerapan sapi  menuju lapangan untuk berlaga, irama sarka’ ini dimainkan untuk memberikan dorongan semangat, baik kepada sapi atau pun pemilik serta para pengiring-nya. Begitu pula ketika orkes Saronen mengiringi sepasang pengantin, irama  ini dimainkan sampai sepasang pengantin itu mencapai pintu gerbang. Musik ber-irama sarka’ ini, mampu menciptakan suasana hangat dan kegembiraan  bagi penonton.

Sedangkan irama lorongan jhalan (irama sedang), biasanya dimainkan  pada saat dalam perjalanan menuju lokasi. Baik ketika sedang mengiringi sapi kerapan ataupun atraksi sapi sono’. Selain itu, irama ini dimainkan ketika mengiringi atraksi kuda kenca’ atau pun di  berbagai acara ritual yang berkaitan dengan prosesi  kehidupan manusia. Adapun lagu-lagu yang dimainkan berasal dari lagu-lagu gending karawitan, seperti gending Nong-Nong, Manyar Sebuh, Lan-jalan ataupun Bronto Sewu.

Irama lorongan toju’, biasanya memainkan lagu-lagu gending yang ber-irama lembut (slow). Jenis irama ini dipakai untuk mengungkapkan luapan perasaan yang melankonis, rindu dendam, suasana sedih ataupun perasaan bahagia. Irama lorongan toju’ biasa dimainkan ketika mengiringi pengantin  keluar dari pintu gerbang menuju pintu pelaminan. Adapun gending-gending yang dimainkan adalah alunan gending Angling, Rarari, Puspawarna, Kinanti, Gung-Gung dan lainnya.

Dalam setiap penampilan agar semakin memikat, biasanya para pemain menggunakan seragam yang sama. Untuk acara-acara ritual, para pemain biasanya memakai odheng Madura dan bersarung; ada juga yang mengenakan celana dan baju hitam longgar khas petani Madura serta berkaos dengan motif garis-garis panjang berwarna merah putih. Namun di kalangan kaum muda biasanya mereka tampil lebih modern, dengan mengenakan pakaian warna-warna terang dan mencolok serta memakai rompi yang dihiasi oleh rumbai-rumbai  benang emas. Penampilan mereka semakin keren dengan memakai kaca mata hitam serta topi lakan.

Khusus musik Saronen, kaum muda (yang tinggal di pedesaan) tidak merasa malu ketika menggeluti musik ini. Karena jenis irama yang dimainkan dapat disesuaikan dengan perkembangan musik yang sedang ngetrent. Disamping itu musik etnik ini mampu dimainkan, dimodifikasi dan diimprovisasi ke berbagai aliran musik. Sehingga irama yang dihasilkan memenuhi selera masyarakat baik yang menyukai jenis musik dangdut, pop, keroncong, karawitan/gendingan/tembang  ataupun aliran musik kontemporer. (Lilik Rosida Irmawati)

sumber : http://mediamadura.wordpress.com

Sabtu, 10 Maret 2012

NAMA RAJA DAN BUPATI YANG PERNAH MEMERINTAH DI BANGKALAN

2 komentar
Sepeti yang kita tahu, Bangkalan merupakan Kabupaten yang dulunya berupa Kadipaten yang diperintah oleh seorang Raja. Nah bagi temen-temen yang belum pernah tahu dan yang ingin tahu Siapakah Raja dan pada tahun berapa masa pemerintahannya mari kita flashback sejenak dan melihat daftar di bawah ini :

NAMA RAJA YANG MEMERINTAH DI KABUPATEN BANGKALAN
Tahun 1531 – 1592              :    Kiai Pratanu (Panembahan Lemah Duwur)
Tahun 1592 – 1621              :    Raden Koro (Pangeran Tengah)
Tahun 1621 – 1624              :    Pangeran Mas
Tahun 1624 – 1648              :    Raden Prasmo (Pangeran Cakraningrat I)
Tahun 1648 – 1707              :    Raden Undakan (Pangeran Cakraningrat II)
Tahun 1707 – 1718              :    R.T. Suroadiningrat (Pangeran Cakraningrat III)
Tahun 1718 – 1745              :    Pangeran Sidingkap (Pangeran Caraningrat IV)
Tahun 1745 – 1770              :    Pangeran Sidomukti (Pangeran Cakraningrat V)
Tahun 1770 – 1780              :    R.T. Mangkudiningrat  (Penembahan Adipati Cakraadiningrat VI)
Tahun 1780 – 1815              :    Sultan Abdu /  Sultan Bangkalan I (Penembahan Adipati Cakraadiningrat VII)      
Tahun 1815 – 1847              :    Sultan Abdul Kadirun (Sultan Bangkalan II)
Tahun 1847 – 1862              :    R. Yusuf (Panembahan Cakraadiningrat VII)
Tahun 1862 – 1882              :    R. Ismael (Panembahan Cakrasdiningrat VIII)

Kalau diatas kita telah menyimak siapa saja dan kapan Raja-Raja yang pernah memerintah di Bangkalan. Sekarang mari kita melihat siapa sajakah Bupati yang pernah memimpin dan kapan bliau memegang tampu kekuasaan silahkan di lihat daftar di bawah ini :

NAMA BUPATI YANG MEMERINTAH DI KABUPATEN BANGKALAN
Tahun 1882 – 1905              :    Pangeran Suryonegoro (Bupati I)
Tahun 1905 – 1918              :    R. AA Suryonegoro (Bupati II)     
Tahun 1918 – 1945              :    R. AA Suryowinoto / Wali Negara (Bupati III)
Tahun 1945 – 1956              :    Mr. R.A. Moh. Zis Cakraningrat (Bupati IV)
Tahun 1956 – 1957              :    R.A. Moh. Roeslan Wongsokusumo (Bupati V)
Tahun 1957 – 1959              :    R.A. Abd. Karim Brodjokusumo (Bupati VI)
Tahun 1957 – 1959              :    R.A. Abd. Karim Brodjokusumo (Bupati VI)      
Tahun 1959 – 1965              :    R.P. Moh. Noer (Bupati VII)
Tahun 1965 – 1969              :    Drs. Abd. Manan Priyonoto (Bupati VIII)
Tahun 1969 – 1971              :    R.P. Machmud Suroadiputro (Bupati IX)
Tahun 1971 – 1982              :    HJ. Sudjaki (Bupati X)     
Tahun 1982 – 1988              :    Drs. Sumarwoto (Bupati XI)
Tahun 1988 – 1991              :    Drs. Abdul Kadir (Bupati XII)
Tahun 1991 – 1993              :    Drs. Ernomo (PTHJ Bupati)
Tahun 1993 – 1998              :    M. Djakfar Syafei (Bupati XIII)     
Tahun 1998 – 2003              :    Dr. Ir. H. Mohammad Fatah, MM
Tahun 2003 – 2013              :    R.K.H. Fuad Amin, SPd

Nah informasi di atas semoga bermanfaat untuk teman-teman yang Cinta Dengan Kota Bangkalan tecinta ini.

courtesy by : Bangkalan-Memory